Pengamat Hukum Sebut Keputusan Pemberhentian Kades Tindakan Yang Memalukan

BERANDA2277 Dilihat

Berita Mukomuko, Metro – Adanya Surat Keputusan Bupati Mukomuko yang memberhentikan beberapa orang Kepala Desa (Kades) menuai pro kontra. dari berbagai kalangan, trmasuk dari Pengamat Hukum, Muslim Chaniago.

Muslim menegaskan mekanisme pemberhentian Kepala Desa (Kades) jelas diatur dalam Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Secara yuridis Pemerintah tidak bisa memberhentikan Kades.

“Di luar itu, secara yuridis Pemerintah tidak bisa memberhentikan Kades,” kata Muslim, Minggu (18/07 /2021) melalui sambungan telepon seluler.

Muslim mengatakan, pemberhentian Kades yang diduga menyalahgunakan Dana Desa (DD) yang belum ada keputusan hukum yang menyatakan bersalah.

“Indikasi ini kan dugaan, bisa iya bisa tidak. Atau bisa saja alasan subjektip dari pihak – pihak yang menuduhnya melakukan hal seperti itu,” tegasnya.

Muslim mengakui jika Pemerintah dapat memberhentikan Kades berdasarkan rekomendasi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Namun itu tidak serta merta, Pemerintah harus melakukan verifikasi secara sungguh – sungguh dan mendalam.

“Kalau tidak dilakukan verifikasi yang menyeluruh dan mendalam, bisa saja publik menuduh jika pemberhentian Kades ini kesannya semena- mena,” jelasnya.

Masih menurut Muslim, saat Pemerintah mengambil sebuah keputusan, maka keputusan itu harus bisa di uji secara hukum dan akademik.

“Apakah keputusanya itu kuat secara hukum atau tidak. Berbicara masalah pemberhentian Kades oleh Pemerintah Daerah saat ini, secara yuridis bisa menimbulkan perdebatan yang serius, sebab alasannya itu tidak berdasar sama sekali,” kata Muslim.

Lelaki yang juga berpropesi sebagai Pengacara ini mencontohkan, seorang Kades diduga melakukan menyelewengan DD, sedangkan hasil audit yang menyatakan tentang itu (penyelewengan. red) itu tidak ada, selain itu tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan Kades itu bersalah, lalu diberhentikan?

“Secara hukum ini tindakan yang memalukan. Ini menunjukkan kecerobohan dalam mengambil keputusan,” ucapnya.

Pengacara ini juga mengatakan, para Kades yang telah diberhentikan oleh Bupati Mukomuko dapat menguji melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ini dilakukan agar tidak menimbulkan perdebatan publik, sebab keputusan tersebut melahirkan banyak sudut pandang bahkan ada yang menghubungkan dengan politik.

“Silahkan teman-teman yang tidak puas untuk menguji melalui PTUN. Biarkan PTUN yang menguji, apakah keputusan Pemerintah tentang pemberhentian itu sah secara hukum atau tidak. Ini merupakan tugas Pengadilan untuk menguji apakah pejabat TUN (Bupati termasuk) tidak mengambil kebijakan yang semen – mena,” tuturnya.

Kata Muslim, Undang-undang PTUN nomor 9 tahun 2014 berbeda dengan Undang-undang nomor 5 tahun 1986.

“Di Undang-undang yang lama itu tidak bersifat ekskutorial, sedangkan yang baru yakni nomor 51 tahun 2009 bersifat ekskutorial. Jadi jika Pengadilan memutuskan pemberhentian itu tidak sah secara hukum dan memerintahkan untuk mengaktifkan kembali jabatanya maka mau tidak mau, suka atau tidak harus melaksanakannya,”paparnya.

Mantan tim sukses Choirul Huda – Rahmadi ini menegaskan jika Indonesia adalah Negara hukum. Tidak ada institusi manapun di Republik ini yang tidak taat dan patuh serta tunduk terhadap keputusan Pengadilan.

“Hukum merupakan landasan dari tindakan atau kebijakan. Jadi tidak ada yang tidak tunduk terhadap keputusan Pengadilan termasuk seorang Bupati,” tegasnya.

Muslim menilai, seorang Kades duduk dalam jabatanya berdasarkan pemilihan atau dipilih langsung oleh rakyat, namun setelah duduk dalam jabatanya, maka harus tunduk pada mekanisme hukum termasuk pemberhentianya.

“Jadi beda pemberhentian Kades dengan pejabat struktural, seperti ASN atau sejenisnya. Kepala Desa legitimasinya dari masyarakatnya. Iya karena mekanismenya dipilih secara langsung maka pemberhentianya juga di atur dalam Undang-undang,”jelasnya.

Ia menegaskan, salah besar jika seorang pejabat politik harus tunduk pada aturan politik.

“Ini yang dinamakan Otoriterisme. Gak bisa karena ada perbedaan sikap politik lalu serta merta memberhentikan,” ujarnya.

Seorang Bupati, lanjutnya merupakan pejabat publik. Tindakan seorang Bupati tidak boleh menyimpang dari jalur hukum. Pemerintah Daerah Kabupaten Mukomuko sendiri memiliki pengalaman tentang pemberhentian Kepala Desa.

“Di era Pemerintahan sebelumnya, dua orang Kepala Desa diberhentikan. Setelah itu keduanya melakukan menguji dasar pemberhentian di PTUN dan Pemda kalah. Peristiwa ini seharusnya menjadikan Pemerintah untuk lebih berhati-hati terlebih dalam sistem Pemerintahan yang Demokratis ini. Artinya, jangan sampai Pemerintah tidak boleh membenci karena perbedaan sudut pandang.”pungkasnya. (YN)